KOPERASI DAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI
INDONESIA: TINJAUAN PROBABILITAS TINGKAT ANGGOTA KOPERASI DAN KEMISKINAN PROVINSI
Oleh
Oleh
* Johnny W.
Situmorang dan Saudin Sijabat**
III. KOPERASI DAN
KEMISKINAN INDONESIA
Sebagaimana telah tertuang dalam pengantar dan permasalahan
yang muncul dalam tulisan ini, relasi keberadaan koperasi sebagai lembaga yang diakui mampu
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Secara agregat, perkembangan keanggotaan koperasi yang disimbolkan JAK (jumlah anggota koperasi) dan
jumlah orang miskin
(JOM) di Indonesia
menarik untuk diungkapkan. Selama
tahun 2000-2010, rata-rata per tahun jumlah
orang miskin mencapai 36.23 juta orang.
Gambar 1 juga memperlihatkan fenomena
unik perkembangan kedua random variable. Selama tahun 2000 – 2002, ketika jumlah anggota
koperasi Turun pada tahun 2001, jumlah orang miskin turun.
Pada tahun 2002, ketika jumlah anggota koperasi naik, jumlah orang miskin juga naik.
Selama tahun 2002-2005, ketika anggota
koperasi naik dan turun, jumlah
orang miskin juga turun, sampai 35.1 juta orang. Pada tahun 2006, ketika anggota koperasi naik sedikit, jumlah
orang miskin melonjak, bahkan mencapai puncaknya, sebanyak 39.30 juta orang, selama 2000-2010. Peristiwa yang menandainya
adalah krisis ekonomi secara global.
Pada waktu itu, daya kompetisi Indonesia berada pada peringkat
50 menurut Global Competitiveness Index. Selama
tahun 2006-2010, jumlah
orang miskin turun sampai
31.2 juta pada tahun 2010, sementara jumlah anggota koperasi
naik sedikit, menjadi
29.12 juta orang pada tahun 2010. Kecenderungan perkembangannya adalah suatu saat
perpotongan antara jumlah anggota koperasi
dan jumlah orang miskin, artinya jumlah anggota koperasi sama
dengan jumlah orang miskin di Indonesia.
IV. METODE STUDI
Relasi keberadaan koperasi
dan penanggulangan kemiskinan
dapat dianalisis dari berbagai model atau metode. Sebagaimana disebutkan
sebelumnya, relasi dalam hal ini diuraikan dengan metode probilitas
berdasarkan tree analysis (analisis pohon). Metode ini sangat baik digunakan
untuk menjelaskan relasi manakala cakupannya menilai kaitan situasional antara dua peristiwa secara bertahap yang mungkin mempunyai
relasi satu dengan lainnya
(Anderson et al, 2004; Keller, 2005).
Model analisis
dapat dilihat dari diagram The
Venn pada Gambar 2 dengan menggunakan the Addition Law. Terlihat, ketika diketahui dua kejadian (events), A (keanggotaan
koperasi) dan B (kemiskinan), kombinasi kejadian bisa terjadi,
yakni union of events (gabungan kejadian) A dan B dan intersection of events (irisan kejadian) antara A dan
B.
Dari Gambar 2, sangat baik menjelaskan pengetahuan probabilitas setidaknya satu dari dua kejadian, kejadian A atau B atau keduanya.
Penggabungan kejadian, A atau B, dicatat sebagai
A U B sedangkan irisan kejadian, A dan B, dicatat sebagai A ∩ B. The Addition
Law (Rule) dapat menghitung probabilitas
kejadian A atau B dengan rumus :
P(A atau B) = P(A) +
P(B) – P(A dan B) (1)
dimana P(A atau B) atau P(A U B) adalah probabilitas kejadian
A atau B, atau keduanya. P(A) adalah probabilitas kejadian A dan P(B) adalah probabilitas kejadian B. Bila kejadian A dan B masing-masing terdiri
dari tiga kategori, yakni tinggi, sedang,
dan rendah, maka berbagai interaksi
kejadian mungkin terjadi (Tabel
4).
Berdasarkan Tabel 4, joint,
marginal, dan conditional probabilities
dapat diketahui. Joint
probability {P(AiBj), yakni probabilitas interseksi antar kejadian, adalah:
P(AiBj) = P(Ai ∩ Bj) (2)
Sedangkan marginal probability, yakni probabilitas setiap kategorial
kejadian A dan B karena lokasinya di luar tabel. Misalnya, probabilitas kejadian B1 {P(total B1)} dan A1 {P(total A1)} adalah:
|
P(Total B1) = ∑AiB1
|
|
|
|
|
|
(3)
|
|
P(Total A1) = ∑A1Bj
|
|
|
|
|
|
(4)
|
Hal itu berlaku
juga bagi kategorial A2 dan A3 serta B2 dan B3. Untuk
mengetahui conditional probability, yakni probabilitas kejadian A terkait dengan B, atau P(A│B), dan kejadian B terkait dengan A, atau P(B│A).
Rumus conditional
probability kejadian A terkait
B adalah:
Peubah yang digunakan
dalam analisis ini adalah tingkat
keanggotaan koperasi dan tingkat kemiskinan setiap propinsi (33 provinsi). Tingkat
keanggotaan koperasi provinsi (regional membership cooperative size) merupakan ukuran
relatif anggota koperasi
provinsi secara nasional
atau notasinya adalah Tingkat Anggota
Koperasi Provinsi (TAKP). Sedangkan tingkat kemiskinan propinsi
(regional poverty
rate) adalah ukuran relatif
kemiskinan provinsi secara nasional atau dinotasikan sebagai Tingkat Kemiskinan Provinsi (TKP). Asumsi dasarnya adalah adanya hubungan
yang nyata antara keanggotaan koperasi
dan kemiskinan yang hubungannya
negatif. Artinya, masyarakat yang menjadi anggota
koperasi adalah dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya. Semakin
tinggi tingkat keanggotaan koperasi semakin
rendah tingkat kemiskinan. Pengkategorian setiap peubah didasarkan pada margin of
error dengan selang kepercayaan 95%.
0 komentar:
Posting Komentar