KAJI TINDAK PENINGKATAN PERAN KOPERASI DAN UKM SEBAGAI LEMBAGA
KEUANGAN ALTERNATIF
Oleh
Jannes Situmorang
II. TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian
Beberapa ahli mendefinisikan lembaga keuangan alternatif sebagai lembaga pendanaan di luar sistem perbankan konvensional dengan sistem bunga. Lembaga
keuangan alternatif meliputi Perusahaan Modal Ventura, Leasing,
Factoring (anjak
piutang), Guarantee Fund, Perbankan Syariah, Koperasi Syariah dan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT). Suhadi
Lestiadi (1998), menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan lembaga keuangan alternatif adalah suatu lembaga pendanaan yang mengakar di tengah-tengah masyarakat, dimana proses penyaluran dananya dilakukan secara sederhana, murah dan cepat dengan prinsip keberpihakan kepada masyarakat kecil dan berazaskan keadilan. Dengan cara pandang dan pengertian lembaga pendanaan tersebut,maka istilah koperasi jasa keuangan diartikan sebagai koperasi yang menyelenggarakan jasa keuangan alternatif misalnya koperasi syariah dan Unit Simpan Pinjam Syariah, Kelompok Swadaya Masyarakat Pra Koperasi termasuk BMT, Koperasi Bank Perkreditan Rakyat Syariah, Koperasi Pembiayaan
Indonesia (KPI).
Prinsip dari kegiatan lembaga ini adalah memobilisasi dana dari kelompok masyarakat yang mengalami surplus dana dan kemudian mengalokasikannya kepada kelompok masyarakat yang kekurangan dana atau masyarakat yang deficit dana. Ada dua cara dalam menjalankan usahanya. Pertama, menganut sistem bunga, artinya kepada setiap penyimpan diberikan bunga sebagai imbalan atas tabungannya dan kepada setiap peminjam juga dikenakan bunga sebagai balas jasa kepada pemilik dana. Kedua, menganut sistem syariah (bagi hasil) yang sering disebut sistem Islam. Dalam Sistem Syariah, insentif bagi setiap penyimpan diberikan dalam bentuk bagi hasil yang dihitung dari nisbah bagi hasil tertentu yang disepakati kedua belah pihak. Bagi Si Peminjam, juga dikenakan sistem bagi hasil tertentu sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.
Prinsip dari kegiatan lembaga ini adalah memobilisasi dana dari kelompok masyarakat yang mengalami surplus dana dan kemudian mengalokasikannya kepada kelompok masyarakat yang kekurangan dana atau masyarakat yang deficit dana. Ada dua cara dalam menjalankan usahanya. Pertama, menganut sistem bunga, artinya kepada setiap penyimpan diberikan bunga sebagai imbalan atas tabungannya dan kepada setiap peminjam juga dikenakan bunga sebagai balas jasa kepada pemilik dana. Kedua, menganut sistem syariah (bagi hasil) yang sering disebut sistem Islam. Dalam Sistem Syariah, insentif bagi setiap penyimpan diberikan dalam bentuk bagi hasil yang dihitung dari nisbah bagi hasil tertentu yang disepakati kedua belah pihak. Bagi Si Peminjam, juga dikenakan sistem bagi hasil tertentu sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.
2. Baitul Maal Wa Tamwil (BMT)
Baitul Maal Wa Tamwil (BMT),
dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan istilah Balai Mandiri Terpadu (BMT) merupakan salah satu lembaga pendanaan alternatif yang beroperasi di tengah masyarakat akar rumput. Pinbuk (1995) menyatakan bahwa BMT merupakan lembaga ekonomi rakyat kecil yang berupaya mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kegiatan ekonomi pengusaha kecil dan berdasarkan prinsip syariah dan koperasi. BMT memiliki dua fungsi yaitu : Pertama, Baitul Maal menjalankan fungsi untuk memberi
santunan kepada kaum miskin dengan menyalurkan dana ZIS (Zakat, Infaq, Shodaqoh) kepada
yang berhak; Kedua, Baitul Taamwil menjalankan fungsi
menghimpun simpanan
dan membeayai kegiatan ekonomi rakyat dengan menggunakan Sistem Syariah.
Sistem
bagi
hasil
adalah pola
pembiayaan keuntungan maupun
kerugian antara BMT dengan anggota penyimpan berdasarkan perhitungan yang disepakati bersama. BMT biasanya berada di lingkungan masjid, Pondok
Pesantren, Majelis Taklim, pasar maupun di lingkungan pendidikan. Biasanya yang mensponsori pendirian BMT adalah para aghniya (dermawan), pemuka agama, pengurus masjid, pengurus majelis taklim, pimpinan pondok pesantren, cendekiawan, tokoh masyarakat, dosen dan pendidik.
3. Pola Tabungan Dan Pembayaran
1). Tabungan
Tabungan atau simpanan dapat diartikan sebagai titipan murni dari orang atau badan usaha kepada pihak BMT. Jenis-jenis tabungan/simpanan adalah sebagai berikut: (1). Tabungan persiapan qurban; (2). Tabungan pendidikan; (3). Tabungan persiapan untuk nikah; (4).Tabungan persiapan untuk melahirkan; (5). Tabungan naik haji/umroh; (6). Simpanan berjangka/deposito; (7). Simpanan khusus untuk kelahiran; (8). Simpanan sukarela; (9). Simpanan hari tua; (10). Simpanan aqiqoh.
2). Pola Pembiayaan
Pola pembiayaan terdiri dari bagi hasil dan jual beli dengan mark up.
Pola pembiayaan terdiri dari bagi hasil dan jual beli dengan mark up.
(1.) Bagi Hasil
Bagi hasil dilakukan antara BMT dengan pengelola dana dan antara BMT
dengan penyedia dana (penyimpan/penabung). Bagi hasil ini dibedakan atas:
• Musyarakah, adalah suatu perkongsian antara dua pihak atau lebih dalam suatu proyek dimana masing-masing pihak berhak atas segala keuntungan dan bertanggung jawab atas segala kerugian yang terjadi sesuai dengan penyertaannya masing-masing.
• Mudharabah, adalah perkongsian antara dua pihak dimana pihak pertama (shahib al amal) menyediakan dana dan pihak kedua (mudharib) bertanggung jawab atas pengelolaan usaha. Keuntungan dibagikan sesuai dengan rasio laba yang telah disepakati bersama terlebih dahulu di depan. Manakala rugi, shahib al amal akan kehilangan sebagian imbalan dari kerja keras dan manajerial skill selama proyek berlangsung.
• Murabahah, adalah pola jual beli membayar tangguh, sekali bayar.
• Muzaraah, adalah dengan memberikan l kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertetu (prosentase) dari hasil panen.
(2.) Jual Beli dengan Mark Up ( Keuntungan )
Jual beli dengan mark up merupakan tata cara jual beli yang dalam pelaksanaannya, BMT mengangkat nasabah sebagai agen (yang diberi kuasa) melakukan pembelian barang atas nama BMT, kemudian BMT bertindak sebagai penjual kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli tambah keuntungan bagi BMT atau sering disebut margin/mark up. Keuntungan yang diperoleh BMT akan dibagi kepada penyedia dan penyimpan dana.
Jenis-jenisnya adalah :
• Bai Bitsaman Ajil (BBA), adalah proses jual beli dimana pembayaran dilakukan secara lebih dahulu dan penyerahan barang dilakukan kemudian.
• Bai As Salam, proses jual beli dimana pembayaran dilakukan terlebih dahulu dan penyerahan barang dilakukan kemudian.
• Al Istishna, adalah kontrak order yang ditandatangani bersamaan antara pemesan dengan produsen untuk pembuatan jenis barang tertentu.
• Ijarah atau Sewa, adalah dengan memberi penyewa untuk mengambil pemanfaatan dari sarana barang sewaan untuk jangka waktu tertentu dengan imbalan yang besarnya telah disepakati bersama.
• Bai Ut Takjiri, adakah suatu kontrak sewa yang diakhiri dengan penjualan. Dalam kontrak ini pembayaran sewa telah diperhitungkan sedemikian rupa sehingga padanya merupakan pembelian terhadap barang secara berangsur.
• Musyarakah Mustanaqisah, adalah kombinasi antara musyawarah dengan ijarah (perkongsian dengan sewa). Dalam kontrak ini kedua belah pihak yang berkongsi menyertakan modalnya masing-masing.
• Bai Bitsaman Ajil (BBA), adalah proses jual beli dimana pembayaran dilakukan secara lebih dahulu dan penyerahan barang dilakukan kemudian.
• Bai As Salam, proses jual beli dimana pembayaran dilakukan terlebih dahulu dan penyerahan barang dilakukan kemudian.
• Al Istishna, adalah kontrak order yang ditandatangani bersamaan antara pemesan dengan produsen untuk pembuatan jenis barang tertentu.
• Ijarah atau Sewa, adalah dengan memberi penyewa untuk mengambil pemanfaatan dari sarana barang sewaan untuk jangka waktu tertentu dengan imbalan yang besarnya telah disepakati bersama.
• Bai Ut Takjiri, adakah suatu kontrak sewa yang diakhiri dengan penjualan. Dalam kontrak ini pembayaran sewa telah diperhitungkan sedemikian rupa sehingga padanya merupakan pembelian terhadap barang secara berangsur.
• Musyarakah Mustanaqisah, adalah kombinasi antara musyawarah dengan ijarah (perkongsian dengan sewa). Dalam kontrak ini kedua belah pihak yang berkongsi menyertakan modalnya masing-masing.
Sistem ini disebut juga pembiayaan kebajikan. Sistem ini lebih bersifat sosial dan
tidak
profit oriented. Sumber dan pembiayaan ini tidak membutuhkan biaya, tidak seperti bentuk-bentuk pembiayaan lainnya.
4. Pembentukan BMT
Tujuan pembentukan BMT adalah untuk memperbanyak jumlah BMT sedangkan tujuan BMT itu sendiri adalah untuk : 1) memajukan kesejahteraan anggota dan masyarakat umum, 2) meningkatkan kekuatan dan posisi tawar pengusaha kecil dengan pelaku lain. Proses pembentukan BMT adalah sebagai berikut: Pertama, para pendiri minimum 20 orang. Para pendiri
menghubungi PINBUK setempat untuk mengurus perijinan pendiriannya. Kedua, mendaftarkan calon pengelola untuk mengikuti pelatihan singkat dan magang. Ketiga, mempersiapkan modal awal sebesar Rp. 5juta di pedesaan dan Rp.10juta di perkotaan. Keempat,
jika bermaksud menjadi koperasi, BMT dapat segera mengajukan permohonan badan hukum koperasi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembentukan BMT adalah :
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembentukan BMT adalah :
1). Motivator (penggerak), memiliki peranan yang sangat signifikan terhadap sukses awal pendirian BMT. Penggerak ini berasal dari masyarakat setempat yang atas inisiatif sendiri atau inisiatif PINBUK dan pihak lain berminat membentuk BMT.
2). Pendekatan kepada tokoh kunci yang dapat terdiri dari pimpinan formal,
2). Pendekatan kepada tokoh kunci yang dapat terdiri dari pimpinan formal,
pimpinan informal, usahawan, hartawan, dan dermawan. Para tokoh ini diharapkan
bersedia menjadi Panitia Pembentukan BMT.
3). Pendekatan kepada para calon pendiri. Pendiri minimal 20 orang yang terdiri dari tokoh-tokoh yang mewakili berbagai kalangan masyarakat seperti pimpinan formal, agama, adat, pengusaha dan masyarakat banyak. Badan pendiri mengadakan rapat dan menetapkan Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga BMT serta memilih pengurus yang terdiri dari 3 – 5 orang.
4). Pengurus mengadakan seleksi pengelola yang
jumlahnya minimal 3 orang yang terdiri manajer, bagian pembiayaan, bagian administrasi/keuangan dan bagian-bagian lain yang dibutuhkan.
5). Para pengelola yang ditunjuk segera memasyarakatkan BMT dan mencari anggota dan BMT mulai beroperasi.
6). Antara pengurus dan pengelola tidak mempunyai hubungan kekeluargaan.
7). Organisasi yang dapat membentuk BMT antara lain seluruh anggota masyarakat, kelompok-kelompok masyarakat, organisasi sosial, organisasi profesi, LSM, proyek-proyek pemberdayaan masyarakat
8). Kelompok yang dapat dikembangkan menjadi BMT antara lain: arisan, simpan pinjam, pengajian, tani, usaha ekonomi produktif dan lain-lain.
6). Antara pengurus dan pengelola tidak mempunyai hubungan kekeluargaan.
7). Organisasi yang dapat membentuk BMT antara lain seluruh anggota masyarakat, kelompok-kelompok masyarakat, organisasi sosial, organisasi profesi, LSM, proyek-proyek pemberdayaan masyarakat
8). Kelompok yang dapat dikembangkan menjadi BMT antara lain: arisan, simpan pinjam, pengajian, tani, usaha ekonomi produktif dan lain-lain.
5. Pembiakan BMT
BMT yang
sudah mapan dan mempunyai pengelola yang terampil diharapkan dapat membentuk BMT baru di luar wilayah kerjanya. Langkah-langkah membentuk
BMT adalah : 1) BMT yang sudah mapan sebagai BMT induk menempatkan seorang atau lebih pengelola yang terampil sebagai manajer BMT di wilayah kerja
baru, 2) BMT induk memfasilitasi pembentukan BMT baru dan menyediakan sarana dan prasarana, 3) Pengelola BMT baru
dibawah bimbingan BMT induk
menyosialisasikan
BMT
pada masyarakat sekitar dan mulai beroperasi, 4) Pengelola BMT baru memperkuat BMT-nya
dengan merekrut pendiri, membentuk pengurus dan menghimpun modal awal dari masyarakat sekitar. BMT induk bisa melepas BMT baru apabila BMT baru sudah kuat dan
mandiri.
NAMA : MOHAMMAD ZAKARIA
NPM/TAHUN : 29211361 / 2012
NAMA : MOHAMMAD ZAKARIA
NPM/TAHUN : 29211361 / 2012
0 komentar:
Posting Komentar