KOPERASI DAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI
INDONESIA: TINJAUAN PROBABILITAS TINGKAT ANGGOTA KOPERASI DAN KEMISKINAN PROVINSI
Oleh
Oleh
* Johnny W.
Situmorang dan Saudin Sijabat**
V. PROBABILITAS KOPERASI DAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN:
STUDI KASUS TAHUN 2009
Gambaran tingkat
anggota koperasi setiap
provinsi (TAKP) dan
terlihat pada Gambar 4, TAKP rata-rata Indonesia adalah 0.1145 atau jumlah anggota koperasi
adalah
11.45% dari jumlah penduduk provinsi. Provinsi yang performa keanggotaan koperasinya baik, dengan TAKP di atas rata-rata, adalah sebanyak 12 provinsi. Secara
berurutan dari tertinggi Kalimantan Timur, Bali, Sulawesi Utara, DI Yogyakarta, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, Sulawesi
Selatan, Gorontalo, dan Sumatera Barat karena TAKP-nya di atas rata-rata nasional, sebesar 0.1145. Selebihnya, propinsi
di bawah nilai rata-rata, atau cenderung rendah. Kalau
tertinggi adalah Kalimantan Timur dan terendah
adalah Papua. Ternyata juga, beberapa provinsi
di P. Jawa kalah posisi dengan provinsi di luar P. Jawa. Padahal aksesibilitas P. Jawa jauh lebih
baik daripada luar Jawa.
Tingkat kemiskinan propinsi (TKP), sebagai ukuran kemiskinan
daerah, adalah rasio jumlah orang miskin dan jumlah penduduk provinsi.
Bagaimanakah dengan tingkat
kemiskinan yang terjadi
di setiap provinsi? Grafik 3 menunujukkan tingkat
kemiskinan di tiap provinsi tersebut. Rata – rata TKP adalah 0.1419 atau jumlah orang miskin secara nasional adalah 14.19%
dari jumlah penduduk pada tahun
2009. Bila TKP di bawah 0.1419
maka performa provinsi tersebut
baik. Sebaliknya, bila TKP tinggi
maka performa propinsi buruk.
Sebagian besar provinsi
performanya dari TKP, yakni sebanyak 18 provinsi.
Secara berurutan
yang terbaik adalah DKI
Jakarta, Bali, Kalimantan
Selatan, Bangka Belitung,
Kalimantan Timur,
Banten, Kalimantan Tengah,
Kepulauan Riau, Jambi,
Sumatera Barat, Maluku Utara, Riau, Sulawesi Utara, Kalimantan Barat, Sumatera Utara, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Barat karena
di bawah nilai
rata-rata TPK sebesar 0.1419. DKI Jakarta misalnya,
TKP-nya sebesar 0.0337 atau jumlah orang miskin di DKI Jakarata hanya
3.37% dari jumlah
penduduk. Selebihnya,
sebanyak 15 provinsi menunjukkan posisi tidak baik. Umumnya, provinsi di
Indonesia bagian Timur adalah
daerah yang
tingkat kemiskinannya sangat tinggi. Misalnya, TKP Papua Barat sebesar 0.3375
atau sebanyak 33.75% duduk Papua Barat adalah miskin.
Posisi berdasarkan TAKP dan TKP tersebut
dan penggunaan metode statistika estimasi interval dengan menggunakan margin of error, pada
koefisien kepercayaan (coefficient of interval confidence) sebesar 95%
yang terlihat pada lampiran Tabel 2, TAKP dan TKP dapat diklasifikasikan dalam tiga kategorial, yakni
rendah (R) dengan
TAKP < 0.11 dan TKP <0.13, kategori sedang
(S) dengan TAKP antara 0.11-0.13 dan TKP 0.13 – 0.17, dan kategori tinggi (T) dengan TAKP>0.13 dan TKP>0.17. Metode pengklasifikasian tersebut dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah dengan tingkat kepercayaan 95% atau
kesalahan sebesar 5%. Hasil klasifikasi dan distribusi propinsi dapat menunjukkan relasi keanggotaan koperasi dan
kemiskinan setiap provinsi,
dan selanjutnya menunjukkan keterkaitan antar random
variable tersebut
(Tabel 5).
Dari distribusi provinsi berdasarkan kategorial TAKP dan TKP pada Tabel
5, maka distribusi jumlah provinsi dapat ditampilkan pada Tabel 6.
Sebanyak 19 provinsi masuk kategori rendah (R) dan
hanya sebanyak 9 provinsi
masuk kategori tinggi (T) menurut TAKP. Sisanya, sebanyak
5 provinsi masuk dalam kategori sedang (S). Sementara itu, berdasarkan
TKP, terdapat sebanyak 16 provinsi
masuk kategori rendah (R) tingkat
kemiskinannya dan sebanyak 12 provinsi masuk
kategori tinggi (T). Sisanya, sebanyak
5 provinsi masuk kategori
sedang (S). Distribusi jumlah propinsi dengan TAKP rendah dan TKP rendah adalah yang terbanyak,
sebesar 9 provinsi,
menyusul TAKP rendah dan TKP tinggi sebanyak
8 provinsi. Sedangkan
TAKP tinggi dan TKP rendah hanya sebanyak 5 provinsi. Distribusi ini telah menggambarkan relasi yang kurang sejalan
dengan harapan dimana
yang semestinya adalah frekuensi terbanyak adalah ketika TAKP tinggi dan TKP rendah.
Kemudian dari Tabel 5, dapat dihitung joint probability dan marginal probability
antara tingkat anggota koperasi dan tingkat kemiskinan6.
Pada Tabel 7 terlihat joint
probability yang
merupakan interaksi antar kejadian, ditunjukkan oleh angka
pada baris dan kolom sebagai
interaksi TAKP dan TKP. Misalnya, angka 0.2727, 0.0606,
dan seterusnya sampai angka terakhir yang
juga 0.0606 adalah joint probability antara TAKP dan TKP. Angka 0.2727
adalah joint
probability antara kategori
TAKP rendah dengan kategori TKP rendah, dan seterusnya. Jadi,
interaksi TAKP yang
rendah dengan TKP yang rendah sebesar 27.27%,
TAKP rendah dengan TKP sedang sebesar 6.06%, dan TAKP rendah dengan TKP tinggi sebesar 24.24%. Joint probability tertinggi adalah antara TAKP rendah dan TKP rendah,
sebesar 27.27%, dan yang terendah adalah
TAKP sedang dan TKP sedang
sebesar 3.03%.
Pengoperasian probabilitas untuk mengatahui seberapa
jauh peluang koperasi mendukung
penanggulangan kemiskinan lebih jelas terlihat
dengan metode tree analysis (Analisis Pohon). Gambar 3 menampilkan analisis
pohon tersebut dimana dua langkah (step) yang terbangun
untuk mengetahui relasi koperasi dan penanggulangan kemiskinan. Step-1 menunjukkan probabilitas kejadian TAKP sebagaimana Tabel 6, yakni kategori
rendah 0.5758, sedang 0.1515, dan tinggi 0.2727.
Pada step-2, probabilitas kejadian TKP, yakni
kategorial rendah, sedang, dan tinggi terkait dengan kategori rendah TAKP
(conditional probabaility TKP atas TAKP) adalah masing-masing 0.4737,
0.1053, dan 0.4211. Dengan
kata lain, probabilitas kategori rendah, sedang, dan tinggi pada step-2
yang terkait dengan
kejadian atau kategori
rendah pada step-1 adalah
masing-masing sebesar 47.37%, 10.53%, dan 42.11%7.
0 komentar:
Posting Komentar