Sejak terpilih menjadi gubernur dan wakil gubernur, Jokowi dan Ahok
menerima banyak menghadapi rintangan dalam bekerja. Rintangan tersebut
adalah orang-orang di sekelilingnya, yang merupakan ‘warisan’ dari
pemerintahan sebelumnya. Misalnya, aksi-sidak Jokowi di beberapa kantor
kelurahan dan kecamatan, serta aksi Ahok memimpin rapat yang terekam di
situs www.youtube.com. Tapi bagi keduanya, rintangan itu bisa dilalui.
Bahkan mantan Gubernur Sutiyoso yang mencibir ‘blusukan’ Jokowi dan
Farhat Abbas yang menghina Ahok, langsung dibela masyarakat.
Tapi kali
ini situasinya berbeda. Alam sepertinya berkehendak lain. Musim
penghujan masih melanda kawasan ibukota dan sekitarnya. Selama sepekan
terakhir, intensitas curah hujan sulit diprediksi dan tampaknya tak
kunjung berhenti dari hari ke hari. Permukaan tanah Jakarta mulai
bersifat jenuh dan enggan menyerap air. Aliran air sungai di wilayah
Jakarta yang lamban mencapai Laut Jawa, kini terus menampung air hujan
di Jakarta, kemudian diperparah oleh ‘kiriman’ air dari daerah pinggiran
Jakarta. Akibatnya bisa ditebak, sebagian besar wilayah Jakarta
dikepung banjir.
"Pusing saya ngebahas ini (banjir)," ucap Jokowi dengan nada berseloroh kepada Gubernur Jawa Barat Achmad Heryawan dan pejabat lainnya sebelum memulai pertemuan.
Walaupun mengaku pusing, Jokowi optimistis dapat menyelesaikan masalah banjir. Keyakinan ini karena dia mendapat dukungan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Banten, dan pemerintah pusat.
"Ini (pembangunan bendungan) akan mengurangi air yang masuk ke Jakarta sekitar 40 persen," ujar Jokowi.
Ia menambahkan, penanggulangan banjir di Jakarta akan lebih masif dengan adanya normalisasi sungai dan waduk yang ada di Ibu Kota.
"Tetapi, nanti apabila normalisasi sungai waduk dilakukan, insya Allah akan bisa mengurangi banjir dan di Jakarta," katanya.
Dari hasil rapat koordinasi itu ada tiga pendekatan, yaitu pendekatan struktural, non-struktural, dan pendekatan kepada masyarakat. Pendekatan struktural, menurut Ahmad Heryawan, dengan membangun waduk, yakni di Sukamahi di Kecamatan Cikarang Pusat, Bekasi, Jawa Barat, satu lagi di Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Kemudian, membuat sodetan di Sungai Ciliwung ke Kanal Banjir Timur dan ke Sungai Cisadane, revitalisasi situ-situ sebelum ke Jakarta dan normalisasi Ciliwung dan Cisadane. Ditambah juga oleh konvervasi Ciliwung-Cisadane dan lain-lain.
Adapun langkah non-struktural yaitu akan dibuat penghijauan di daerah aliran sungai, dengan memberi jarak 20 meter terhadap permukiman warga serta penertiban Sungai Ciliwung. Kemudian ketiga, pemberdayaan ekonomi masyarakat, penanganan sampah berbasis masyarakat, gerakan Ciliwung bersih, serta gerakan menanam 1 miliar pohon di daerah aliran Ciliwung dan Cisadane.
Untuk kesepakatan non-struktural maupun pemberdayaan masyarakat akan menjadi otoritas sepenuhnya pemerintah daerah masing-masing, yaitu Jawa Barat dan DKI Jakarta.
Referensi :
http://megapolitan.kompas.com/read/2014/01/21/1024371/Jokowi.Pusing.Saya.Ngebahas.Banjir
http://green.kompasiana.com/iklim/2013/01/16/banjir-ujian-terberat-jokowi-524845.html
0 komentar:
Posting Komentar