Pages

Ngebahas Banjir "Pra dan Pasca JOKOWI"

Jumat, 31 Januari 2014

Sejak terpilih menjadi gubernur dan wakil gubernur, Jokowi dan Ahok menerima banyak menghadapi rintangan dalam bekerja. Rintangan tersebut adalah orang-orang di sekelilingnya, yang merupakan ‘warisan’ dari pemerintahan sebelumnya. Misalnya, aksi-sidak Jokowi di beberapa kantor kelurahan dan kecamatan, serta aksi Ahok memimpin rapat yang terekam di situs www.youtube.com. Tapi bagi keduanya, rintangan itu bisa dilalui. Bahkan mantan Gubernur Sutiyoso yang mencibir ‘blusukan’ Jokowi dan Farhat Abbas yang menghina Ahok, langsung dibela masyarakat.


Tapi kali ini situasinya berbeda. Alam sepertinya berkehendak lain. Musim penghujan masih melanda kawasan ibukota dan sekitarnya. Selama sepekan terakhir, intensitas curah hujan sulit diprediksi dan tampaknya tak kunjung berhenti dari hari ke hari. Permukaan tanah Jakarta mulai bersifat jenuh dan enggan menyerap air. Aliran air sungai di wilayah Jakarta yang lamban mencapai Laut Jawa, kini terus menampung air hujan di Jakarta, kemudian diperparah oleh ‘kiriman’ air dari daerah pinggiran Jakarta. Akibatnya bisa ditebak, sebagian besar wilayah Jakarta dikepung banjir.

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengaku pusing. Hal itu dia lontarkan sesaat sebelum mengikuti rapat bersama Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, dan Sekjen Kementerian PU Agus Wijanarko di Posko Pengamatan Bendung Katulampa, Bogor, Jawa Barat, Senin (20/1/2014) pagi.

"Pusing saya ngebahas ini (banjir)," ucap Jokowi dengan nada berseloroh kepada Gubernur Jawa Barat Achmad Heryawan dan pejabat lainnya sebelum memulai pertemuan.

Walaupun mengaku pusing, Jokowi optimistis dapat menyelesaikan masalah banjir. Keyakinan ini karena dia mendapat dukungan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Banten, dan pemerintah pusat.

"Ini (pembangunan bendungan) akan mengurangi air yang masuk ke Jakarta sekitar 40 persen," ujar Jokowi.

Ia menambahkan, penanggulangan banjir di Jakarta akan lebih masif dengan adanya normalisasi sungai dan waduk yang ada di Ibu Kota.

"Tetapi, nanti apabila normalisasi sungai waduk dilakukan, insya Allah akan bisa mengurangi banjir dan di Jakarta," katanya.

Dari hasil rapat koordinasi itu ada tiga pendekatan, yaitu pendekatan struktural, non-struktural, dan pendekatan kepada masyarakat. Pendekatan struktural, menurut Ahmad Heryawan, dengan membangun waduk, yakni di Sukamahi di Kecamatan Cikarang Pusat, Bekasi, Jawa Barat, satu lagi di Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Kemudian, membuat sodetan di Sungai Ciliwung ke Kanal Banjir Timur dan ke Sungai Cisadane, revitalisasi situ-situ sebelum ke Jakarta dan normalisasi Ciliwung dan Cisadane. Ditambah juga oleh konvervasi Ciliwung-Cisadane dan lain-lain.

Adapun langkah non-struktural yaitu akan dibuat penghijauan di daerah aliran sungai, dengan memberi jarak 20 meter terhadap permukiman warga serta penertiban Sungai Ciliwung. Kemudian ketiga, pemberdayaan ekonomi masyarakat, penanganan sampah berbasis masyarakat, gerakan Ciliwung bersih, serta gerakan menanam 1 miliar pohon di daerah aliran Ciliwung dan Cisadane.

Untuk kesepakatan non-struktural maupun pemberdayaan masyarakat akan menjadi otoritas sepenuhnya pemerintah daerah masing-masing, yaitu Jawa Barat dan DKI Jakarta.

Referensi  :
http://megapolitan.kompas.com/read/2014/01/21/1024371/Jokowi.Pusing.Saya.Ngebahas.Banjir
http://green.kompasiana.com/iklim/2013/01/16/banjir-ujian-terberat-jokowi-524845.html

0 komentar:

Posting Komentar

Visitors

 
Zakaria Al-Faeyza © 2011 | Designed by Bingo Cash, in collaboration with Modern Warfare 3, VPS Hosting and Compare Web Hosting