Pages

Sosok Menteri Presiden Soekarno "Siauw Giok Tjhan"

Jumat, 31 Januari 2014

Sedikit mengenal sejarah tokoh Indonesia dihari imlek ini, apakah anda mengenal salah satu tokoh tionghoa bernama Siauw Giok Tjhan ?
Bagi anda yang belum mengenalnya, yuk kita bahas sedikit sosok tokoh yang juga ikut berjuang untuk Indonesia ini.

Siauw Giok Tjhan, menteri Soekarno yang jago kungfu &  sederhana

"Lahir di Indonesia, besar di Indonesia, menjadi Putra-Putri Indonesia."

Semboyan yang dikumandangkan Kwee Hing Tjiat, seorang penulis ini menjadi keyakinan hidup Siauw Giok Tjhan. Melalui kata-kata itu, membuatnya yakin, dia tidak jauh berbeda dengan anak-anak pribumi lainnya.

Semboyan itu pula yang membuat Giok Tjhan ikut berjuang untuk Indonesia.

Giok Tjhan sangat menentang diskriminasi. Berbekal keahlian kungfu dari kakeknya, dia nekat berkelahi dengan anak-anak Belanda, Indo dan Ambon karena sering menghinanya. Keteguhan itulah membuatnya terus memperjuangkan keadilan ketika tumbuh di dalam lingkungan hidup yang keras.

Giok Tjhan berpendapat, bangsa Indonesia atau ras Indonesia tidak ada. Baginya, yang ada hanyalah 'Nation' Indonesia. Tjhan berpendapat, sejak tahun 50-an, golongan Tionghoa yang sudah bergenerasi di Indonesia, harus memperoleh status suku. Dengan demikian suku Tionghoa adalah bagian dari 'Nation' Indonesia.

Dari prinsip itu, Tjhan berkeyakinan bahwa setiap suku dapat mempertahankan nama, bahasa dan kebudayaannya. Di saat bersamaan, atas nama negara, siapapun, termasuk Tionghoa, dapat berperan serta membangun Indonesia.

Tak heran jika banyak yang menganggap Tjhan menganut konsep Integrasi, yakni setiap warga negara dapat menjadi bagian dari bangsa tersebut tanpa menghilangkan identitasnya. Konsep integrasi ini dinilai sangat identik dengan teori 'pluralisme' atau 'multikulturalisme'.

Meski berasal dari bangsa Tionghoa, Tjhan dikenal hidup sederhana. Kondisi ini nampak jelas saat dia menjabat sebagai Menteri Negara Urusan Minoritas di masa kabinet Amir Syarifudin.

Sebagai negara yang belum lama merdeka dan masih mendapat rongrongan balatentara Belanda, Tjhan belum mendapatkan mobil dinas sebagai mana layaknya pejabat negara. Untuk menjalani tugasnya, dia selalu naik andong (kereta kuda) setiap menuju Istana.

Sayang, andong yang digunakannya dilarang masuk ke dalam Istana. Dia pun terpaksa berjalan kaki dari jalanan ke dalam Keraton Yogyakarta.

Tak cuma mobil dinas, dia pun tidak mendapatkan rumah dinas sebagai tempat tinggalnya selama menjabat. Pemerintah pun mempersilakan para menterinya untuk tinggal di Hotel Merdeka. Demi menghemat keuangan negara, Tjhan menolaknya.

Kepada Amir, Tjhan memilih tinggal di gedung kementerian negara di Jalan Jetis, Yogyakarta. Meski pilihannya itu membuat dia tidur di atas meja tulis.

Setiap menjalani kerjaannya, sehari-hari Tjhan hanya mengenakan kemeja lengan pendek, biasanya berwarna putih, di sambungkan dengan celana drill pentalun serta sepatu sandal.

 Referensi  :

0 komentar:

Posting Komentar

Visitors

 
Zakaria Al-Faeyza © 2011 | Designed by Bingo Cash, in collaboration with Modern Warfare 3, VPS Hosting and Compare Web Hosting