Sejak terpilih menjadi gubernur dan wakil gubernur, Jokowi dan Ahok
menerima banyak menghadapi rintangan dalam bekerja. Rintangan tersebut
adalah orang-orang di sekelilingnya, yang merupakan ‘warisan’ dari
pemerintahan sebelumnya. Misalnya, aksi-sidak Jokowi di beberapa kantor
kelurahan dan kecamatan, serta aksi Ahok memimpin rapat yang terekam di
situs www.youtube.com. Tapi bagi keduanya, rintangan itu bisa dilalui.
Bahkan mantan Gubernur Sutiyoso yang mencibir ‘blusukan’ Jokowi dan
Farhat Abbas yang menghina Ahok, langsung dibela masyarakat.
Tapi kali
ini situasinya berbeda. Alam sepertinya berkehendak lain. Musim
penghujan masih melanda kawasan ibukota dan sekitarnya. Selama sepekan
terakhir, intensitas curah hujan sulit diprediksi dan tampaknya tak
kunjung berhenti dari hari ke hari. Permukaan tanah Jakarta mulai
bersifat jenuh dan enggan menyerap air. Aliran air sungai di wilayah
Jakarta yang lamban mencapai Laut Jawa, kini terus menampung air hujan
di Jakarta, kemudian diperparah oleh ‘kiriman’ air dari daerah pinggiran
Jakarta. Akibatnya bisa ditebak, sebagian besar wilayah Jakarta
dikepung banjir.
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengaku pusing. Hal itu dia
lontarkan sesaat sebelum mengikuti rapat bersama Menteri Lingkungan
Hidup Balthasar Kambuaya, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, dan Sekjen
Kementerian PU Agus Wijanarko di Posko Pengamatan Bendung Katulampa,
Bogor, Jawa Barat, Senin (20/1/2014) pagi.
"Pusing saya
ngebahas
ini (banjir)," ucap Jokowi dengan nada berseloroh kepada Gubernur Jawa
Barat Achmad Heryawan dan pejabat lainnya sebelum memulai pertemuan.
Walaupun mengaku pusing, Jokowi optimistis dapat menyelesaikan
masalah banjir. Keyakinan ini karena dia mendapat dukungan dari
Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Banten, dan pemerintah pusat.
"Ini (pembangunan bendungan) akan mengurangi air yang masuk ke Jakarta sekitar 40 persen," ujar Jokowi.
Ia
menambahkan, penanggulangan banjir di Jakarta akan lebih masif dengan
adanya normalisasi sungai dan waduk yang ada di Ibu Kota.
"Tetapi, nanti apabila normalisasi sungai waduk dilakukan, insya Allah akan bisa mengurangi banjir dan di Jakarta," katanya.
Dari
hasil rapat koordinasi itu ada tiga pendekatan, yaitu pendekatan
struktural, non-struktural, dan pendekatan kepada masyarakat. Pendekatan
struktural, menurut Ahmad Heryawan, dengan membangun waduk, yakni di
Sukamahi di Kecamatan Cikarang Pusat, Bekasi, Jawa Barat, satu lagi di
Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Kemudian, membuat sodetan di
Sungai Ciliwung ke Kanal Banjir Timur dan ke Sungai Cisadane,
revitalisasi situ-situ sebelum ke Jakarta dan normalisasi Ciliwung dan
Cisadane. Ditambah juga oleh konvervasi Ciliwung-Cisadane dan lain-lain.
Adapun
langkah non-struktural yaitu akan dibuat penghijauan di daerah aliran
sungai, dengan memberi jarak 20 meter terhadap permukiman warga serta
penertiban Sungai Ciliwung. Kemudian ketiga, pemberdayaan ekonomi
masyarakat, penanganan sampah berbasis masyarakat, gerakan Ciliwung
bersih, serta gerakan menanam 1 miliar pohon di daerah aliran Ciliwung
dan Cisadane.
Untuk kesepakatan non-struktural maupun
pemberdayaan masyarakat akan menjadi otoritas sepenuhnya pemerintah
daerah masing-masing, yaitu Jawa Barat dan DKI Jakarta.
Referensi :
http://megapolitan.kompas.com/read/2014/01/21/1024371/Jokowi.Pusing.Saya.Ngebahas.Banjir
http://green.kompasiana.com/iklim/2013/01/16/banjir-ujian-terberat-jokowi-524845.html