NILAI tukar
rupiah terhadap dolar dalam dua minggu ini mengalami penurunan signifikan
hingga sempat menembus Rp11.000 per USD. Sejak awal tahun, rupiah sudah
kehilangan nilai tukar hingga lebih dari 10 persen.
Juga
terjadi arus keluar dana investor asing yang keluar dari Bursa Efek Indonesia
senilai Rp7,8 triliun. Banyak pengusaha dan media menyikapi fenomena ini secara
intens dengan kekhawatiran terjadinya krisis moneter seperti tahun 1998, di
mana nilai rupiah sempat menyentuh 17.000 dan capital outflow secara
masif yang mengakibatkan krisis ekonomi berkepanjangan. Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono, Jumat lalu (23/8/2013), meluncurkan empat paket kebijakan ekonomi
untuk merespons penurunan tersebut.
Sebelum
mengkaji efektivitas paket kebijakan ekonomi tersebut, mari kita telaah
penyebab penurunan rupiah. Pasar valuta asing bekerja dengan prinsip penawaran
dan permintaan. Bila lebih banyak pelaku pasar yang menjual rupiah dan membeli
dolar dari sebaliknya, nilai tukar rupiah akan menurun. Secara internal,
Indonesia terdapat dua penyebab utama. Pertama, defisit neraca berjalan yang
pada kuartal II (April– Juni) 2013 mencapai 4,4 persen jauh tinggi dari kuartal
I (Januari– Maret) yang 2,8 persen.
Meningkatnya
defisit neraca berjalan berarti penduduk dan perusahaan di Indonesia lebih
banyak membeli dari luar negeri dibandingkan menjual. Sebagian besar transaksi
ekspor dan impor menggunakan dolar, sehingga permintaan terhadap dolar
meningkat untuk membiayai impor tersebut. Penyebab internal kedua, adalah
tingkat inflasi Indonesia. Apabila nilai riil dari rupiah menurun karena
inflasi maka nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing otomatis juga akan
alami depresiasi.
Inflasi
pada Juli mencapai 3,29 persen, sehingga inflasi semester pertama
(Januari–Juli) 2013 mencapai 8,61 persen. Angka tersebut cukup tinggi
dibandingkan tingkat inflasi tahun 2011 dan 2012 yang hanya 3,79 persen dan 4,3
persen. Tingginya inflasi tahun ini disebabkan karena kenaikan harga BBM yang
memiliki dampak multiplier ke komoditi lainnya, khususnya yang memiliki
komponen energi dan transportasi yang signifikan.
Kenaikan
BBM kali ini berdempetan dengan Ramadan dan Lebaran, di mana terjadi
peningkatan permintaan barang dan jasa. Akumulasi kedua faktor ini berakibat
pada inflasi yang ekstratinggi juga. Tingkat inflasi tahun 2005 yang alami
kenaikan BBM mencapai 17,11 persen, namun tidak terjadi capital outflow dan
penurunan nilai rupiah yang drastis. Sehingga resep kebijakan yang komprehensif
membutuhkan analisis terhadap kondisi regional dan global.
Rapat rutin Dewan Gubernur Bank Sentral Amerika, lebih kerap disebut The Fed, memberikan indikasi akan mengurangi stimulus moneter yang selama ini gencar dilakukan dengan menekan suku bunga dan memborong berbagai instrumen pasar. Masa jabatan Bernanke sebagai pimpinan The Fed akan berakhir pada awal tahun depan dan hingga sekarang belum ditetapkan penggantinya.
Rapat rutin Dewan Gubernur Bank Sentral Amerika, lebih kerap disebut The Fed, memberikan indikasi akan mengurangi stimulus moneter yang selama ini gencar dilakukan dengan menekan suku bunga dan memborong berbagai instrumen pasar. Masa jabatan Bernanke sebagai pimpinan The Fed akan berakhir pada awal tahun depan dan hingga sekarang belum ditetapkan penggantinya.
Tingginya
arus modal ke negara berkembang pada 2011 dan 2012 didorong oleh para pelaku
pasar yang mencari tingkat return lebih tinggi, dibandingkan obligasi
pemerintah Amerika yang untuk periode tersebut berkisar pada 1 persen. Laporan
biro statistik Amerika pada Agustus juga menunjukkan perbaikan dengan tingkat
pengangguran yang berkurang. Ekonomi Eropa juga menunjukkan tanda positif dan
bahkan neraca perdagangannya surplus.
Kombinasi berbagai faktor dan tendensi kenaikan suku bunga di tersebut memicu sebagian para pelaku pasar untuk pulang kampung ke Amerika dan Eropa. Maka bukan hanya Indonesia yang alami capital outflow dan penurunan nilai mata uang, melainkan juga India, China, Brasil, dan Turki yang selama ini dikategorikan sebagai emerging market yang selama dua tahun terakhir menjadi favorit destinasi investasi pelaku pasar. Nilai mata uang India bahkan jatuh hingga 17 persen.
Kombinasi berbagai faktor dan tendensi kenaikan suku bunga di tersebut memicu sebagian para pelaku pasar untuk pulang kampung ke Amerika dan Eropa. Maka bukan hanya Indonesia yang alami capital outflow dan penurunan nilai mata uang, melainkan juga India, China, Brasil, dan Turki yang selama ini dikategorikan sebagai emerging market yang selama dua tahun terakhir menjadi favorit destinasi investasi pelaku pasar. Nilai mata uang India bahkan jatuh hingga 17 persen.
Dengan
kondisi dan latar belakang yang dijabarkan, bagaimana resep kebijakan yang
efektif untuk minimalisir dampak negatif? Karena penyebab utama dari fluktuasi
rupiah adalah dari faktor eksternal dan dampaknya terkena ke banyak negara,
perlu koordinasi kebijakan antarnegara khususnya negara yang terkena dampak
dengan didukung beberapa negara G-8.
Koordinasi moneter yang sering menjadi referensi adalah Plaza Accord pada 1985, di mana pemerintah Amerika, Jepang, Prancis, Jerman, dan Kanada bergerak bersama dan berhasil menurunkan nilai dolar Amerika terhadap yen (Jepang) dan mark (Jerman). Indonesia bagian dari Chiang Mai Initiative yang merupakan kerja sama Asia untuk perkuat stabilitas nilai tukar dan makro. Pada 2010, Indonesia pernah meminta pinjaman siaga, padahal cadangan devisa saat itu masih USD124,7 miliar.
Koordinasi moneter yang sering menjadi referensi adalah Plaza Accord pada 1985, di mana pemerintah Amerika, Jepang, Prancis, Jerman, dan Kanada bergerak bersama dan berhasil menurunkan nilai dolar Amerika terhadap yen (Jepang) dan mark (Jerman). Indonesia bagian dari Chiang Mai Initiative yang merupakan kerja sama Asia untuk perkuat stabilitas nilai tukar dan makro. Pada 2010, Indonesia pernah meminta pinjaman siaga, padahal cadangan devisa saat itu masih USD124,7 miliar.
Fluktuasi
yang asalnya short-term membutuhkan respons kebijakan yang nyata
dampaknya pada jangka pendek Salah satu bagian dari paket kebijakan pemerintah
adalah mengurangi defisit berjalan. Bila kita telaah neraca berjalan, 24,3
persen dari impor Indonesia Januari–Juni 2013 adalah minyak dan gas yang
meningkat drastis 24,8 persen dibandingkan tahunlalu. Untukmengetahuiapakah
kenaikan BBM mengurangi konsumsi dan impor masih perlu menunggu BPS
mengeluarkan data bulan Agustus dan September.
Tentunya
perlu dikomplementasikan dengan kebijakan untuk perbaikan transportasi publik
dan berpindahnya dari BBM ke energi terbarukan. Adapun hampir sepertiga impor
nonmigas (31,6 persen) berupa mesin dan elektronik yang sebagian besar
merupakan bahan modal dan berpotensi mendorong ekspor. Fenomena ini sering
disebut investment-induced import, di mana investasi yang disetujui
(khususnya 1-2 tahun lalu) sedang membangun pabrik dan membeli mesin dari luar
negeri yang pemerintah memberikan fasilitas pembebasan bea masuk.
Jadi apa impor yang bisa dikurangi? Kenaikan bea masuk untuk sektor automotif yang merupakan 5,78 persen dari impor harus diwaspadai sehingga tidak hanya substitusi ke tipe low cost green car (LCGC) yang mendapat pembebasan bea masuk. Potensi lain adalah besi-baja yang merupakan produk impor terbesar ketiga dan 7,5 persen dari total di mana Krakatau Steel telah menjalin kerja sama dengan Japan Steel dan Posco Steel dari Korea Selatan.
Jadi apa impor yang bisa dikurangi? Kenaikan bea masuk untuk sektor automotif yang merupakan 5,78 persen dari impor harus diwaspadai sehingga tidak hanya substitusi ke tipe low cost green car (LCGC) yang mendapat pembebasan bea masuk. Potensi lain adalah besi-baja yang merupakan produk impor terbesar ketiga dan 7,5 persen dari total di mana Krakatau Steel telah menjalin kerja sama dengan Japan Steel dan Posco Steel dari Korea Selatan.
Kebijakan
lain untuk mengurangi inflasi adalah menjaga pertumbuhan ekonomi dan permudah
investasi bersifat jangka menengah. Namun, perlu waktu untuk merasakan dampak
kebijakan ini, sehingga tak heran pelaku pasar tidak merespons secara positif
dan nilai rupiah serta IHSG tidak meningkat.
Supaya
kredibilitas kebijakan meningkat, pemerintah perlu segera memberikan detail
dari insentif dan kebijakan dalam paket tersebut, sehingga dapat dianalisis
secara mendalam dan tidak berkesan sekadar pencitraan. Kementrian Keuangan dan
Bank Indonesia pada khususnya perlu bekerja ekstrakeras untuk menjaga
stabilitas rupiah dan pertumbuhan ekonomi di tahun politik.
Referensi :
0 komentar:
Posting Komentar